Jangan "ngambek" berkepanjangan
terhadap orang yang kita kasihi..
Ini adalah cerita sebenarnya ( dicerita kan oleh Lu
Di dan di edit oleh Lian Shu Xiang )
Sebuah salah pengertian yang mengakibatkan
kehancuran sebuah rumah tangga. Tatkala nilai akhir sebuah kehidupan sudah
terbuka, tetapi segalanya sudah terlambat. Membawa ibu untuk tinggal bersama
menghabiskan masa tuanya bersama kami, malah telah menghianati ikrar cinta yang
telah kami buat selama ini, setelah 2 tahun menikah, saya dan suami setuju
menjemput ibu di kampung untuk tinggal bersama .
Sejak kecil suami saya telah kehilangan ayahnya,dia
adalah satu-satunya harapan ibu,ibu pula yang membesarkannya dan menyekolahkan
dia hingga tamat kuliah. Saya terus mengangguk tanda setuju,kami segera
menyiapkan sebuah kamar yang menghadap taman untuk ibu, agar dia dapat
berjemur, menanam bunga dan sebagainya. Suami berdiri di depan kamar yang
sangat kaya dengan sinar matahari, tidak sepatah katapun yang terucap tiba-tiba
saja dia mengangkat saya dan memutar-mutar saya seperti adegan dalam film India
dan berkata : "Mari,kita jemput ibu di kampung".
Suami berbadan tinggi besar, aku suka sekali
menyandarkan kepalaku ke dadanya yang bidang,ada suatu perasaan nyaman dan aman
disana. Aku seperti sebuah boneka kecil yang kapan saja bisa diangkat dan
dimasukan ke dalam kantongnya. Kalau terjadi selisih paham diantara kami,
dia suka tiba-tiba mengangkatku tinggi-tinggi diatas kepalanya dan
diputar-putar sampai aku berteriak ketakutan baru diturunkan. Aku sungguh
menikmati saat-saat seperti itu. Kebiasaan ibu di kampung tidak berubah. Aku
suka sekali menghias rumah dengan bunga segar, sampai ibu tidak tahan lagi dan
berkata kepada suami:"Istri kamu hidup foya-foya, buat apa beli bunga? Kan
bunga tidak bisa dimakan?" Aku menjelaskannya kepada Ibu :"Ibu, rumah
dengan bunga segar membuat rumah terasa lebih nyaman dan suasana hati lebih
gembira."Ibu berlalu sambil mendumel, suamiku berkata sambil
tertawa:"Ibu,ini kebiasaan orang kota ,lambat laun ibu akan terbiasa
juga."
ibu tidak protes lagi, tetapi setiap kali melihatku
pulang sambil membawa bunga, dia tidak bisa menahan diri untuk bertanya berapa
harga bunga itu, setiap mendengar jawabanku dia selalu mencibir sambil
menggeleng-gelengkan kepala. Setiap membawa pulang barang belanjaan, dia selalu
tanya itu berapa harganya, ini berapa. Setiap aku jawab, dia selalu berdecak
dengan suara keras. Suamiku memencet hidungku sambil berkata:"Istriku,kan
kamu bisa berbohong. Jangan katakan harga yang sebenarnya." Lambat laun,
keharmonisan dalam rumah tanggaku mulai terusik..
Ibu sangat tidak bisa menerima melihat suamiku
bangun pagi menyiapkan sarapan pagi untuk dia sendiri, di mata ibu seorang anak
laki-laki masuk ke dapur adalah hal yang sangat memalukan. Di meja makan, wajah
ibu selalu cemberut dan aku sengaja seperti tidak mengetahuinya. Ibu selalu
membuat bunyi-bunyian dengan alat makan seperti sumpit dan sendok, itulah cara
dia protes.
Aku adalah instrukstur tari, seharian terus menari
membuat badanku sangat letih, aku tidak ingin membuang waktu istirahatku dengan
bangun pagi apalagi disaat musim dingin. Ibu kadang juga suka membantuku di
dapur, tetapi makin dibantu aku menjadi semakin repot, misalnya ; dia suka
menyimpan semua kantong-kantong bekas belanjaan, dikumpulkan bisa untuk dijual
katanya. Jadilah rumahku seperti tempat pemulungan kantong plastik, dimana-mana
terlihat kantong plastik besar tempat semua kumpulan kantong plastik.
Kebiasaan ibu mencuci piring bekas makan tidak
menggunakan cairan pencuci, agar supaya dia tidak tersinggung, aku selalu
mencucinya sekali lagi pada saat dia sudah tidur. Suatu hari, ibu mendapati aku
sedang mencuci piring malam harinya, dia segera masukke kamar sambil membanting
pintu dan menangis. Suamiku jadi serba salah, malam itu kami tidur seperti
orang bisu, aku coba bermanja-manja dengan dia, tetapi dia tidak perduli. Aku
menjadi kecewa dan marah."Apa salahku?" Dia melotot sambil
berkata:"Kenapa tidak kamu biarkan saja?
Apakah memakan dengan pring itu bisa membuatmu
mati?"
Aku dan ibu tidak bertegur sapa untuk waktu yang
culup lama, suasana mejadi kaku. Suamiku menjadi sangat kikuk, tidak tahu harus
berpihak pada siapa? Ibu tidak lagi membiarkan suamiku masuk ke dapur, setiap
pagi dia selalu bangun lebih pagi dan menyiapkan sarapan untuknya, suatu
kebahagiaan terpancar di wajahnya jika melihat suamiku makan dengan lahap,
dengan sinar mata yang seakan mencemohku sewaktu melihat padaku, seakan berkata
dimana tanggung jawabmu sebagai seorang istri?
Demi menjaga suasana pagi hari tidak terganggu, aku
selalu membeli makanan diluar pada saat berangkat kerja. Saat tidur, suami
berkata:"Lu di, apakah kamu merasa masakan ibu tidak enak dan tidak bersih
sehingga kamu tidak pernah makan di rumah?" sambil memunggungiku dia berkata
tanpa menghiraukan air mata yang mengalir di kedua belah pipiku. Dan dia
akhirnya berkata:"Anggaplah ini sebuah permintaanku, makanlah bersama
kami setiap pagi." Aku mengiyakannya dan kembali ke meja makan yang serba
canggung itu.
Pagi itu ibu memasak bubur, kami sedang makan dan
tiba-tiba ada suatu perasaan yang sangat mual menimpaku, seakan-akan isi perut
mau keluar semua. Aku menahannya sambil berlari ke kamar mandi, sampai disana
aku segera mengeluarkan semua isi perut. Setelah agak reda, aku melihat suamiku
berdiri didepan pintu kamar mandi dan memandangku dengan sinar mata yang tajam,
diluar sana terdengar suara tangisan Ibu dan berkata-kata dengan bahasa
daerahnya. Aku terdiam dan terbengong tanpa bisa berkata-kata. Sungguh bukan
sengaja aku berbuat demikian!.
Pertama kali dalam perkawinanku, aku bertengkar
hebat dengan suamiku, ibu melihat kami dengan mata merah dan berjalan menjauh??
Ibu berlari keluar rumah suamiku segera mengejarnya.
Selama 3 hari suamiku tidak pulang ke rumah dan
tidak juga meneleponku. Aku sangat kecewa, semenjak kedatangan ibu di rumah
ini,aku sudah banyak mengalah,mau bagaimana lagi? Entah kenapa aku selalu
merasa mual dan kehilangan nafsu makan ditambah lagi dengan keadaan rumahku
yang kacau, sungguh sangat menyebalkan. Akhirnya teman sekerjaku
berkata:"Lu Di, sebaiknya kamu periksa ke dokter. "Hasil pemeriksaan
menyatakan aku sedang hamil. Aku baru sadar mengapa aku mual-mual pagi itu.
Sebuah berita gembira yang terselip juga kesedihan. Mengapa suami dan ibu sebagai
orang yang berpengalaman tidak berpikir sampai sejauh itu? “
Di pintu masuk rumah sakit aku melihat suamiku,3
hari tidak bertemu dia berubah drastis, muka kusut kurang tidur, aku ingin
segera berlalu tetapi rasa iba membuatku tertegun dan memanggilnya. Dia melihat
ke arahku tetapi seakan akan tidak mengenaliku lagi, pandangan matanya penuh
dengan kebencian dan itu melukaiku. Aku berkata pada diriku sendiri, jangan
lagi melihatnya dan segera memanggil taksi. Padahal aku ingin memberitahunya
bahwa kami akan segera memiliki seorang anak. Dan berharap aku akan diangkatnya
tinggi-tinggi dan diputar-putar sampai aku minta ampun tetapi..... mimpiku
tidak menjadi kenyataan. Didalam taksi air mataku mengalir dengan deras.
Mengapa kesalah pahaman ini berakibat sangat buruk???
Sampai di rumah aku berbaring di ranjang memikirkan
peristiwa tadi, memikirkan sinar matanya yang penuh dengan kebencian, aku
menangis dengan sedihnya. Tengah malam, aku mendengar suara orang membuka laci,
aku menyalakan lampu dan melihat dia dengan wajah berlinang air mata sedang
mengambil uang dan buku tabungannya. Aku nenatapnya dengan dingin tanpa
berkata-kata. Dia seperti tidak melihatku saja dan segera berlalu. Sepertinya
dia sudah memutuskan untuk meninggalkan aku. Sungguh lelaki yang sangat picik,
dalam saat begini dia masih bisa membedakan antara cinta dengan uang. Aku
tersenyum sambil menitikan air mata.
Aku tidak masuk kerja keesokan harinya, aku ingin
secepatnya membereskan masalah ini, aku akan membicarakan semua masalah ini dan
pergi mencarinya di kantornya. Di kantornya aku bertemu dengan seketarisnya
yang melihatku dengan wajah bingung."Ibunya pak direktur baru saja
mengalami kecelakaan lalu lintas dan sedang berada di rumah sakit. Mulutku
terbuka lebar. Aku segera menuju rumah sakit dan saat menemukannya, ibu
sudah meninggal. Beliau kecelakaan ketika berlari meninggalkan
rumah. Suamiku tidak pernah menatapku, wajahnya kaku. Aku memandang jasad
ibu yang terbujur kaku. Sambil menangis aku menjerit dalam hati:"Tuhan, mengapa
ini bisa terjadi?"
Sampai selesai upacara pemakaman, suamiku tidak
pernah bertegur sapa denganku, jika memandangku selalu dengan pandangan penuh
dengan kebencian. Peristiwa kecelakaan itu aku juga tahu dari orang lain, pagi
itu ibu berjalan ke arah terminal, rupanya dia mau kembali ke kampung. Suamiku
mengejar sambil berlari, ibu juga berlari makin cepat sampai tidak melihat
sebuah bus yang datang ke arahnya dengan kencang. Aku baru mengerti mengapa
pandangan suamiku penuh dengan kebencian. Jika aku tidak muntah pagi itu, jika
kami tidak bertengkar, jika............dimatanya, akulah penyebab kematian ibu.
Suamiku pindah ke kamar ibu, setiap malam pulang
kerja dengan badan penuh dengan bau asap rokok dan alkohol. Aku merasa bersalah
tetapi juga merasa harga diriku terinjak-injak. Aku ingin menjelaskan bahwa
semua ini bukan salahku dan juga memberitahunya bahwa kami akan segera
mempunyai anak. Tetapi melihat sinar matanya, aku tidak pernah menjelaskan
masalah ini. Aku rela dipukul atau dimaki-maki olehnya walaupun ini bukan
salahku. Waktu berlalu dengan sangat lambat. Kami hidup serumah tetapi seperti
tidak mengenal satu sama lain. Dia pulang makin larut malam. Suasana tegang
didalam rumah.
Suatu hari, aku berjalan melewati sebuah café,
melalui keremangan lampu dan kisi-kisi jendela, aku melihat suamiku dengan
seorang wanita di dalam. Dia sedang menyibak rambut sang gadis dengan mesra.
Aku tertegun dan mengerti apa yang telah terjadi. Aku masuk ke dalam dan
berdiri di depan mereka sambil menatap tajam kearahnya. Aku tidak menangis juga
tidak berkata apapun
karena aku juga tidak tahu harus berkata apa. Sang
gadis melihatku dan ke arah suamiku dan segera hendak berlalu. Tetapi dicegah
oleh suamiku dan menatap kembali ke arahku dengan sinar mata yang tidak kalah
tajam dariku. Suara detak jangtungku terasa sangat keras, setiap detak suara
seperti suara menuju kematian. Akhirnya aku mengalah dan berlalu dari hadapan
mereka, jika tidak.. mungkin aku akan jatuh bersama bayiku dihadapan mereka.
Malam itu dia tidak pulang ke rumah. Seakan
menjelaskan padaku apa yang telah terjadi. Sepeninggal ibu, rajutan cinta kasih
kami juga sepertinya telah berakhir. Dia tidak kembali lagi ke rumah, kadang
sewaktu pulang ke rumah, aku mendapati lemari seperti bekas dibongkar. Aku tahu
dia kembali mengambil barang-barang keperluannya. Aku tidak ingin menelepon dia
walaupun kadang terbersit suatu keinginan untuk menjelaskan semua ini. Tetapi
itu tidak terjadi........., semua berlalu begitu saja.
Aku mulai hidup seorang diri, pergi check kandungan
seorang diri. Setiap kali melihat sepasang suami istri sedang check kandungan
bersama, hati ini serasa hancur. Teman-teman menyarankan agar aku membuang saja
bayi ini, tetapi aku seperti orang yang sedang histeris mempertahankan
miliknya. Hitung-hitung sebagai pembuktian kepada ibu bahwa aku tidak bersalah.
Suatu hari pulang kerja, aku melihat dia duduk
didepan ruang tamu. Ruangan penuh dengan asap rokok dan ada selembar kertas
diatas meja, tidak perlu tanya aku juga tahu surat apa itu. 2 bulan hidup
sendiri, aku sudah bisa mengontrol emosi. Sambil membuka mantel dan topi aku
berkata kepadanya:"Tunggu sebentar, aku akan segera menanda
tanganinya". Dia melihatku dengan pandangan awut-awutan demikian juga aku.
Aku berkata pada diri sendiri, jangan menangis, jangan menangis.
Mata ini terasa sakit sekali tetapi aku terus
bertahan agar air mata ini tidak keluar. Selesai membuka mantel, aku berjalan
ke arahnya dan ternyata dia memperhatikan perutku yang agak membuncit. Sambil
duduk di kursi,a ku menanda tangani surat itu dan menyodorkan kepadanya.
"Lu di, kamu hamil?"
Semenjak ibu meninggal, itulah pertama kali
dia berbicara kepadaku. Aku tidak bisa lagi membendung air mataku yang mengalir
keluar dengan derasnya. Aku menjawab: "Iya, tetapi tidak apa-apa. Kamu
sudah boleh pergi". Dia tidak pergi, dalam keremangan ruangan kami saling
berpandangan. Perlahan-lahan dia membungkukkan badannya ke tanganku, air
matanya terasa menembus lengan bajuku. Tetapi di lubuk hatiku, semua sudah
berlalu, banyak hal yang sudah pergi dan tidak bisa diambil kembali
Entah sudah berapa kali aku mendengar dia
mengucapkan kata:"Maafkan aku, maafkan aku". Aku pernah berpikir
untuk memaafkannya tetapi tidak bisa. Tatapan matanya di cafe itu tidak akan
pernah aku lupakan. Cinta diantara kami telah ada sebuah luka yang menganga.
Semua ini adalah sebuah akibat kesengajaan darinya.
Berharap dinding es itu akan mencair, tetapi yang
telah berlalu tidak akan pernah kembali. Hanya sewaktu memikirkan bayiku, aku
bisa bertahan untuk terus hidup. Terhadapnya, hatiku dingin bagaikan es, tidak
pernah menyentuh semua makanan pembelian dia, tidak menerima semua hadiah
pemberiannya.. tidak juga berbicara lagi dengannya. Sejak menanda tangani
surat itu, semua cintaku padanya sudah berlalu, harapanku telah lenyap tidak
berbekas. Kadang dia mencoba masuk ke kamar untuk tidur bersamaku, aku segera
berlalu ke ruang tamu, dia terpaksa kembali ke kamar ibu. Malam hari, terdengar
suara orang mengerang dari kamar ibu tetapi aku tidak perduli.
Itu adalah permainan dia dari dulu. Jika aku tidak
perduli padanya, dia akan berpura-pura sakit sampai aku menghampirinya dan
bertanya apa yang sakit. Dia lalu akan memelukku sambil tertawa terbahak-bahak.
Dia lupa........, itu adalah dulu, saat cintaku masih membara, sekarang apa lagi
yang aku miliki ???
Begitu seterusnya, setiap malam aku mendengar suara
orang mengerang sampai anakku lahir. Hampir setiap hari dia selalu membeli
barang-barang perlengkapan bayi, perlengkapan anak-anak dan buku-buku bacaan
untuk anak-anak. Setumpuk demi setumpuk sampai kamarnya penuh sesak dengan
barang-barang. Aku tahu dia mencoba menarik simpatiku tetapi aku tidak
bergeming. Terpaksa dia mengurung diri dalam kamar, malam hari dari kamarnya
selalu terdengar suara pencetan keyboard komputer. Mungkin dia lagi
tergila-gila chatting dan berpacaran di dunia maya pikirku. Bagiku itu bukan
lagi suatu masalah.
Suatu malam di musim semi, perutku tiba-tiba terasa
sangat sakit dan aku berteriak dengan suara yang keras. Dia segera berlari
masuk ke kamar, sepertinya dia tidak pernah tidur. Saat inilah yang
ditunggu-tunggu olehnya. Aku digendongnya dan berlari mencari taksi ke rumah
sakit. Sepanjang jalan, dia mengenggam dengan erat tanganku, menghapus keringat
dingin yang mengalir di dahiku. Sampai di rumah sakit, aku segera digendongnya
menuju ruang bersalin. Di punggungnya yang kurus kering, aku terbaring dengan
hangat dalam dekapannya. Sepanjang hidupku, siapa lagi yang mencintaiku
sedemikian rupa jika bukan dia? Sampai dipintu ruang bersalin, dia memandangku
dengan tatapan penuh kasih sayang saat aku didorong menuju persalinan, sambil
menahan sakit aku masih sempat tersenyum padanya. Keluar dari ruang bersalin,
dia memandang aku dan anakku dengan wajah penuh dengan air mata sambil
tersenyum bahagia.
Aku memegang tanganya, dia membalas memandangku
dengan bahagia, tersenyum dan menangis lalu terjerambab ke lantai. Aku
berteriak histeris memanggil namanya.
Setelah sadar, dia tersenyum tetapi tidak bisa
membuka matanya???
Aku pernah berpikir tidak akan lagi meneteskan sebutir
air matapun untuknya, tetapi kenyataannya tidak demikian, aku tidak pernah
merasakan sesakit saat ini. Kata dokter, kanker hatinya sudah sampai pada
stadium mematikan, bisa bertahan sampai hari ini sudah merupakan sebuah
mukjijat. Aku tanya kapankah kanker itu terdeteksi? 5 bulan yang lalu kata
dokter, bersiap-siaplah menghadapi kemungkinan terburuk. Aku tidak lagi perduli
dengan nasehat perawat, aku segera pulang ke rumah dan ke kamar ibu lalu
menyalakan komputer.
Ternyata selama ini suara orang mengerang adalah
benar apa adanya, aku masih berpikir dia sedang bersandiwara????
Sebuah surat yang sangat panjang ada di dalam
komputer yang ditujukan kepada anak kami." Anakku, demi dirimu aku terus
bertahan, sampai aku bisa melihatmu. Itu adalah harapanku. Aku tahu dalam hidup
ini, kita akan menghadapi semua bentuk kebahagiaan dan kekecewaan, sungguh
bahagia jika aku bisa melaluinya bersamamu tetapi ayah tidak mempunyai
kesempatan untuk itu. Di dalam komputer ini, ayah mencoba memberikan saran dan
nasehat terhadap segala kemungkinan hidup yang akan kamu hadapi. Kamu boleh
mempertimbangkan saran ayah.
"Anakku, selesai menulis surat ini, ayah merasa
telah menemanimu hidup selama bertahun -tahun.. Ayah sungguh bahagia.
Cintailah ibumu, dia sungguh menderita ,dia adalah orang yang paling
mencintaimu dan adalah orang yang paling ayah cintai".
Mulai dari kejadian yang mungkin akan terjadi sejak
TK, SD, SMP, SMA sampai kuliah, semua tertulis dengan lengkap didalamnya. Dia
juga menulis sebuah surat untukku."Kasihku, dapat menikahimu adalah hal
yang paling bahagia aku rasakan dalam hidup ini. Maafkan salahku, maafkan aku
tidak pernah memberitahumu tentang penyakitku. Aku tidak mau kesehatan bayi
kita terganggu oleh karenanya. Kasihku, jika engkau menangis sewaktu membaca
surat ini, berarti kau telah memaafkan aku. Terima kasih atas cintamu padaku
selama ini. Hadiah-hadiah ini aku tidak punya kesempatan untuk memberikannya
pada anak kita. Pada bungkusan hadiah tertulis semua tahun pemberian
padanya".
Kembali ke rumah sakit, suamiku masih terbaring
lemah. Aku menggendong anak kami dan membaringkannya diatas dadanya sambil
berkata: "Sayang, bukalah matamu sebentar saja,lihatlah anak kita.Aku mau
dia merasakan kasih sayang dan hangatnya pelukan ayahnya".. Dengan susah
payah dia membuka matanya, tersenyum..............anak itu tetap dalam
dekapannya,d engan tanganya yang mungil memegangi tangan ayahnya yang kurus dan
lemah. Tidak tahu aku sudah menjepret berapa kali momen itu dengan kamera di
tangan sambil berurai air mata...................
Semoga BerManfaat Jangan Lupa Kunjungi Kata-Kata Yang Lainnya Di Kumpulan Kata!!!!!!!!
Judul: Kumpulan Kata "Cerita yang bikin ku menangis" Terbaik 2014
Rating: 100% based on 99998 ratings. 5 user reviews.
Ditulis Oleh 08:06
Rating: 100% based on 99998 ratings. 5 user reviews.
Ditulis Oleh 08:06
0 komentar:
Post a Comment